LinkedIn adalah sebuah platform media sosial yang pada dasarnya bertujuan sebagai wadah informasi tentang ketersediaan lowongan kerja pada sebuah perusahaan dalam dan luar negeri. Dalam penyebaran lowongan kerja di LinkedIn, ada berbagai macam cara yang umumnya dilakukan oleh mereka yang berkepentingan.

Perusahaan Skala Besar pada umumnya langsung menginformasikan tentang ketersediaan lowongan kerja di perusahaan mereka melalui profil LinkedIn. Banyak orang yang ingin bekerja di perusahaan besar atau sekedar menyukai produk atau jasanya. Disebabkan tidak ingin ketinggalan informasi, melakukan follow pada profil perusahaan yang diminati adalah caranya.

Di sisi lain, dengan melimpahnya followers: perusahaan dengan leluasa memanfaatkannya untuk efisiensi dalam hal pemasaran barang ataupun jasa, penyebaran informasi seputar kegiatan dan perkembangan perusahaan. Cara ini tergolong efektif, menyebarkan apa yang mereka inginkan tanpa kesulitan menjangkau ke area yang lebih luas.

Perusahaan Skala Menengah biasanya yang paling maksimal dalam hal sharing lowongan pekerjaan. Bidang recruiter biasanya langsung membuat postingan berupa tulisan ataupun flyer tentang ketersediaan lowongan di perusahaan tempat mereka bekerja.

Hal ini juga terkadang dilakukan oleh perusahaan skala besar. Pencari kerja yang jeli melihat peluang tentunya tidak sungkan untuk meminta mereka menjadi koneksi. Harapannya, mendapatkan update-an seputar lowongan pekerjaaan.

Di sisi lain, ada juga yang dengan tanpa pamrih berperan sebagai Relawan Penyebar Loker, lebih tepatnya: saya sendiri yang memberikan julukan tersebut, untuk digunakan sendiri. Mereka aktif berbagi informasi kepada orang yang membutuhkan.

Biasanya mereka mengumpulkan beberapa lowongan lowongan kerja valid dari berbagai sumber. Kemudian menyebarnya dalam skala besar di jam-jam tertentu. Efek timbal baliknya adalah banyak orang yang menjalin koneksi dengan mereka. Terima kasih, kepada individu-individu tersebut.

Terlepas dari besarnya manfaat memiliki dan menggunakan akun LinkedIn (terkhusus bagi pencari kerja) ada hal yang sampai dengan saat ini mengganjal di hati. Apa itu?

Menurut pandangan dari kaca mata saya pribadi, porsi antara penyebaran lowongan kerja dan 'hal lainnya' yang terekam dalam platform media sosial yang katanya "profesional" tersebut adalah 50:50. Dan saya tidak menganggapnya sebuah hal yang netral.

Apa itu hal lainnya? Mengapa perbandingannya 50:50? Tahu darimana perbandingannya seperti itu?

Ini adalah asumsi pribadi. "Hal lainnya" dalam sisi 50 tersebut adalah mayoritas didominasi oleh postingan motivasi. Sisanya tentang sharing tips dan saran seputar dunia kerja, cerita pengalaman kerja oleh para profesional, serta remahan ocehan omong kosong yang bila digali hampir tidak ada manfaatnya.

Di LinkedIn, koneksi saya tidak didominasi 'motivator', hanya hitungan jari. Tapi, algoritma LinkedIn seringkali menggiring ocehan mereka ke beranda saya. Kacau, pemukiman-pemukiman di LinkedIn overdose terhadap asupan motivasi.

Tidak ada yang menuntut bahwa, setiap hari harus ada lowongan kerja. Karena memang, setiap hari pasti ada informasi lowongan pekerjaan berserakan di sana. Hanya saja, relevansi dan kebutuhan terhadap setiap orang berbeda-beda.

Seringkali saya bertemu dengan postingan recruiter tentang ketersediaan lowongan di perusahaan tempat mereka bekerja. Kemudian si penulis mencantumkan instruksi untuk meninggalkan komentar apabila ada yang tertarik. Nantinya, profil akun pencari kerja yang sudah berkomentar akan di-review, janji si recruiter. Ini adalah salah satu hal yang menggelikan untuk saya.

Tentu saja, saya tidak mempermasalahkan mengapa komentar-komentar tersebut tidak mendapatkan reply, karena pada dasarnya jejak-jejak komentar yang tertinggal tersebut bisa sampai ratusan. Akan kewalahan untuk menanggapinya. Saya justru sangat mendukung inisiatif dari recruiter seperti di atas. Karena terlihat efisien dalam menyeleksi kandidat dalam tahapan yang paling awal.

Tapi tunggu, benarkah ada yang di-follow up? "Kami sudah melakukan review terhadap profil Anda, dan sepertinya cocok dengan kriteria kandidat yang kami butuhkan. Kami sudah menjadwalkan interview pada ..."

Adalah pertanyaan yang amat besar dalam kepala saya. Adakah yang benar-benar pernah medapatkan pekerjaan melalui contoh ilustrasi postingan LinkedIn seperti di atas? Tidak usah jauh-jauh, notice sekedar dijadwalkan untuk melakukan wawancara saja, ada? Saya pribadi berat rasanya ambil bagian untuk berkomentar, "I'm interested. Please review my profile". Aiihh. Seperti pengemis.

Mungkin saya berlebihan. Belum beruntung. Pola pikir saya kuno. Saya egois, A B C ... Akan tetapi, sejauh pengamatan saya selama ini, trik tersebut hanya bertujuan untuk "meroketkan" profil akunnya saja. Tidak lebih dari itu. Tak ubahnya seperti plis laik subrek seren komen.

Bicara tentang me-ro-ket-kan profil akun Linkedin, cara lain yang lumrah saya temukan adalah dengan membuat postingan berupa motivasi dan pengalaman di dunia kerja. Cara ini adalah cara yang paling ampuh menurut pengetahuan saya.

Akan tetapi, lagi-lagi menurut pengamatan saya. Para pencari kerja yang sudah berbulan-bulan bahkan bertahun sudah "muak" dengan kata-kata motivasi. Pastinya mereka sadar, mereka berhadapan dengan tulisan seorang expert. Tapi, apa andilnya terhadap memperoleh pekerjaan bila topiknya hanya menyiratkan "pentingnya eksistensimu"?

Tadi pagi saya ketemu ini-lah, berkenalan dengan si anu kemudian dia berterima kasih karena-lah, si A baru saja menelfon saya-lah, mengeluh-lah, curhat-lah, saya terharu karena perjuangannya-lah. Seakan-akan setiap derap langkahnya penuh dengan motivasi untuk penghuni LinkedIn itu sendiri.

Silahkan memotivasi, tapi jangan setiap hari. Biarkan algoritma mengantarkan apa yang paling orang-orang butuhkan. Motivasimu menimbum postingan yang lebih layak. Mereka kenyang motivasi, lapar informasi.

Saya memang tidak terlalu aktif di LinkedIn. Menulis, pun membahas seputar kehidupan di dalamnya tak pernah saya lakukan. Hanya membukanya apabila ada yang saya cari. Di sana, saya hanyalah penonton. Dan ini merupakan pertama kalinya saya ber-su-a-ra tentang LinkedIn.

Bahkan baru-baru ini, ada seorang yang dengan senang hati melakukan riset kecil tentang orang-orang yang berpengaruh di lingkungan LinkedIn Indonesia. Di-ranking berdasarkan followers. Wow! Saya tidak terkejut. Tanpa lahirnya hasil riset itupun saya sudah tahu siapa saja yang pasti akan masuk dalam daftarnya.

Saya tidak ingin membahas siapa yang melakukan riset dan apa latar belakangnya. Begitupun dengan siapa saja orang-orang top dalam daftar itu. Saya tidak mengetahui, apakah riset kecil yang telah dilakukan penting atau tidak.

Hal inilah yang pada akhirnya membuat saya beranggapan bahwa, LinkedIn itu tidak lebih dari media sosial pada umumnya. Langkanya postingan bersifat selfie hanyalah pembeda dengan media sosial yang lain. Tak ada istimewanya.